Wednesday, April 30, 2008

the real 'love' (2)

Aku sendiri nggak tau, kenapa tiba-tiba aku ngerasa dekat dengan kucing jantan itu. Aku cuma ngerasa kalau selama ini aku jahat banget. Aku nggak suka kucing, tapi bukan berarti aku boleh membencinya.

Biar gimanapun, dia juga berhak untuk hidup. Berhak punya tempat tinggal, dan berhak punya keluarga yang menyayanginya.

Ya. Aku baru sadar. Dan kali ini aku sungguh-sungguh berdoa, semoga kucingku sembuh. Dan aku janji, aku akan belajar menerima dia sebagai bagian dari keluargaku.

(bersambung)

Tuesday, April 29, 2008

the real 'love' (1)

Setahun lalu, seekor kucing nyasar ke rumahku. Seekor anak kucing yang kurus, dekil, kotor, dan kelihatan lemah. Sasa, adikku adalah seorang penyayang binatang. Apalagi kucing. Maka bisa dipastikan, dia mau mengurus kucing itu dengan senang hati. Orang tua dan kakakku sih, biasa aja.
Tapi tidak buatku. Aku tidak suka kucing, karena aku takut kucing. Yach, mungkin ini alasan yang terlalu menggelikan. Tapi bodo amat! Aku selalu merasa sensi kalau berdekatan dengan binatang itu.
Tapi apa boleh buat. Keluargaku udah mutusin untuk memelihara anak kucing itu. Yang bisa kulakukan cuma berusaha, gimana cara menjaga jarak dengan makhluk itu.
Setelah keluargaku (ya, keluargaku. Bukan aku.) merawatnya, kucing itu memang tidak lagi dekil seperti pertama kali dia datang ke rumahku.Bulunya yang putih kelihatan bersih, dan corak hitam di punggungnya menambah kesan gagah bagi kucing itu. Tapi lama- lama tingkahnya makin membuatku jengkel. Dia sering menggangguku ketika aku makan, apalagi salah satu lauknya adalah kerupuk. Kucing kok pelahap kerupuk!
Selain itu dia juga sering menyelinap ke kamarku malam- malam dan dengan seenaknya tidur di atas selimutku, membuatku sering terbangun dan menjerit sehingga membangunkan semua penghuni rumahku.
Suatu siang ketika aku pulang sekolah, kucing itu terbaring lemas di balai-balai yang ada di ruang tamuku. Matanya berair, dan rintihannya membuatku sedikit tersentuh. Nggak tau kenapa, tiba- tiba aku ingin mendekatinya. Mata kucing itu sayu, dan tatapannya seperti ingin berkata "sakit..". Aku masih termenung,nggak tau apa yang membuatku melupakan rasa ngeri yang selama ini menghinggapiku. Yang aku tau, saat itu hatiku tergerak untuk mengulurkan tanganku untuk membelainya.
Air mataku hampir tumpah saat kulitku menyentuh bulu- bulunya yang halus. Ada keharuan

Tuesday, April 1, 2008

suatu siang di ruang 20...(2)

Well, moodku emang naek turun. Bahkan kadang aku bisa menghubungkan 2 hal yang sebenarnya sama sekali nggak berhubungan.
Contohnya tadi ketika Ratna memaksaku membuat puisi. Bukannya puisi picisan seperti permintaannya, yang lahir justru perkawinan antara Matematika dan Sastra.

Seperti soal integral,
Cinta adalah masalah yang sulit,
Hanya 2 suku kata,
Tapi punya 2 bahasa,
kata-kata,
dan hati

Jayus?
Menurutku, Ya.Tapi bagi teman2ku, cukup bagus untuk saat-saat seperti ini.

Sunday, March 2, 2008

Suatu siang di ruang 20...

Kulemparkan pandanganku ke luar jendela di sampingku. Di balik pagar sekolah yang menjulang terlihat pepohonan yang besar dan rimbun.
Aku sedikit tergiur melihat buah rambutan yang bergelantungan di salah satu pohon. Tapi aku jadi ngerasa konyol saat sadar kalo ini masih jam pelajaran. Bukannya menyimak materi bahasa indonesia yang -entah bagaimana - bisa dijelaskan dengan full spirit oleh Bu Dwi, aku malah sibuk melamun.
Masalahnya, saat ini aku emang udah kehabisan selera untuk menelan materi2 pelajaran.
Masih jam ke-7,jam terakhir untuk kelasku. Meski sebentar lagi aku bisa menghirup udara bebas, tapi mood-ku udah terlanjur down. Apalagi jam pertama tadi, aku udah cukup frustasi karena dicekoki 10 butir soal integral yang memerlukan waktu lebih dari 2 jam untuk menyelesaikannya....

Sumpek

Terlalu banyak duri yang tertanam

terlalu banyak getah yang melekatkan

Tak ada lagi ruang untuk berbaring,dan bernafas lega

Terlalu panjang bkisah sulit ini...

Tak ada waktu lagi...

Tuesday, February 26, 2008

Stupid education...

3 tahun kita belajar.

Puluhan mata diklat dijejalkan ke dalam otak kita tanpa peduli muat atau tidak.

Ratusan kompetensi harus kita telan dan wajib diolah menjadi suatu bentuk energi baru dalam diri kita yang kelak diharapkan bisa membawa kita kepada kesuksesan.


Sukses...

hh...memangnya apa sih ukuran kesuksesan?

Apakah dengan otak yang penuh dengan doktrin beserta selembar kertas bertitel "ijazah" itu sudah pasti mengantarkan manusia kepada kesuksesan?

Lalu bagaimana dengan orang- orang yang nggak lulus ujian nasional?

Apa kerja keras mereka belajar selama bertahun- tahun itu sia- sia?


Huhh,nggak adil!


3 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mencerna ratusan materi yang masih terdiri dari berbagai teori dan rumus- rumus itu. Lalu apakah adil kalau penghargaan atas usaha keras itu hanya ditentukan dalam waktu kurang dari seminggu saat ujian Nasional?

Soal- soal yang keluar di UN adalah buatan Dinas, lalu apa mereka tau kemampuan masing- masing siswa secara personal?


Key, da standar kompetensi dari pusat. Tapi Dinas pusat hanya tau sikon dalam lingkup umum. Cuma guru yang mengajar di sekolah yang tau tingkat kemampuan siswa, jadi seharusnya beliau- beliau itulah yang seharusnya menguji siswa- siswa mereka, bukan orang lain.

Monday, February 18, 2008

Rain...

Akhh!!!!!
Benarkah ada hujan yang lahir tanpa membunuh awan?
Adakah ketulusan yang tak bernoda kebusukan?

Ketika awan sebagai mahkota yang meneduhkan,gugur menjadi percikan^^ yang jatuh ke bawah,ke ruang tempat s'gala hina...